Memulai Hingga Akhir Tanpa Ujung Lagi
Mulai dengan normal, sebagai salah satu pilihan yang
tersedia saat membuka pintu berbentuk persegi empat dan semua jendela yang ada
masih tertutup rapat. Pilihan melangkah dengan normal seperti apa yang tersedia
juga tidak pernah kumengerti sebelumnya. Saat itulah sedang terlihat sosok
kelegaman yang menatap tanpa berucap mengeja hasrat yang bukan hanya
membingungkan tapi baginya terasa berat karena ia tak berkantung perut bagai
kanguru yang lincah melompat.
Jauh dari pandai seorang diri hanya mengamatinya sesaat
bagaimana ingin bicarakan banyak hal tentangnya yang bolak-balik kesana dan
kemari ingin menemukan yang ia singgahi. Hentinya sempat mengendus beberapa
tempat bagai mencari kudapan alakadar namun urung saat raga belia hilir mudik
datang mengusik dan membuatnya menyingkir lebih jauh mengarah pada tempat yang
lebih tenang. Sebagian orang boleh menamakan langkahnya “ebrat-ebrot” yang tak
lain huyung langkah menggambarkan berat beban diri yang kurang proporsional
keadaannya bila bersanding dengan keajaran yang lainnya.
Gerbang tetap terbuka juga baginya yang entah kemana
langkah pilihan akan dibuatnya hingga menghentikan langkah kakinya atau
membaringkan tubuhnya yang mungkin sudah lelah. Pasir-pasir yang disukainya
sebagai tempat ia meletakkan hasil-hasil yang menjadi rutinitas olahan dari
dalam dirinyakah yang akan ia tuju jika ia belum menemukan yang terbaik saat
itu menjadi hal yang mustahil untuk dapat kutanyakan kepadanya. Bila saja ada
tebaran garam yang menyelimuti makhluk air yang sudah dikeringkan ketika ia
menapakkan kaki di sana sudah dpat dipastikan ia akan tetap lebih lama berada
tanpa harus segera meninggalkan tempat itu.
Jeda hujan sudah lebih dari lima jam saat suara gemuruh
langit dibagian timur terdengar lagi, seperti mengisyaratkan kepada para
pendengar mengentikan kelakar. Setidaknya kilat beberapa kali melecutkan terang
menembus ruang-ruang serta dipantulkan aneka dinding dan perabotan serta
pepohonan memendar suar lepas luas tak hanya di dalam belukar namun timgginya
gedung pencakar langit pun turut berbinar dipoles kedipannya.
Mengalir tarian jemari itu menyentil kulit-kulit penabuh
rebana menyegerakan ritme pengikat hati mengingat cinta yang mengayuhkan
labuhan dalam tembang kasmaran mengusir kepenatan riuhnya jaman yang telah
dipenuhi lapisan-lapisan generasi.
....
Tidak Setuju
Lewati senja bersamamu saat itu
Kuberanikan jawab tanyamu usai secangkir kopi kau teguk lalu mengusap lembut bibirmu yang tipis dengan selembar tissue.
Harusnya bisa kujawab langsung, sesaat usai tanyamu waktu itu, namun susana hati membuat gairah mengekang inisiatif dari dalam diri ini.
Apa yang kau harap dalam ungkapanmu terlalu jauh untuk kumengerti, lalu merasa kecil untuk apa yang bisa kulakukan menuju maksud yang sebenarnya atau yang utama.
Kadang yang kau utarakan membuat ragu dan bingung, bahkan tak tahu mana dulu yang mesti kulakukan seperti tanpa prioritas yang dapat dibuat.
Perasaan dibuat dengan tanya dan pintamu seperti mengundang pertentangan banyak teman dan juga hati ini bagai berselisih paham seperti tanpa bisa membuat pilihan jalan lainnya .
Maunya kita langsung cocok sih, tapi bagaimana kalau kamu maunya dipahami mulu, bikin sebel kali.
Siapa yang kenal kamu udah gak asing ama keberadaanmu, yang jelas beda ; tapi setiap kita punya masalah kecil aja, pemecahan yang kamu buat merasa paling top yang lain gak pernah didengar apalagi dipertimbangkan seperti kebiasaan yang sudah teman lain duga selalu...
Ah katanya hebat, tapi usulmu itu-itu aja kata mereka sudah menduga, perubahan yang dibuat bersama tidak mengubah pandanganmu sedikit pun ...
Baiknya kita temenan aja lah...
Menikah jangan diomongin dulu
Biar umur nanti yang bicara buat kita masing - masing.....bye..
Have a good time .....
No comments:
Post a Comment