Sunday, December 1, 2019

Memulai Hingga Akhir Tanpa Ujung Lagi


Memulai Hingga Akhir Tanpa Ujung Lagi
  
Mulai dengan normal, sebagai salah satu pilihan yang tersedia saat membuka pintu berbentuk persegi empat dan semua jendela yang ada masih tertutup rapat. Pilihan melangkah dengan normal seperti apa yang tersedia juga tidak pernah kumengerti sebelumnya. Saat itulah sedang terlihat sosok kelegaman yang menatap tanpa berucap mengeja hasrat yang bukan hanya membingungkan tapi baginya terasa berat karena ia tak berkantung perut bagai kanguru yang lincah melompat.

Jauh dari pandai seorang diri hanya mengamatinya sesaat bagaimana ingin bicarakan banyak hal tentangnya yang bolak-balik kesana dan kemari ingin menemukan yang ia singgahi. Hentinya sempat mengendus beberapa tempat bagai mencari kudapan alakadar namun urung saat raga belia hilir mudik datang mengusik dan membuatnya menyingkir lebih jauh mengarah pada tempat yang lebih tenang. Sebagian orang boleh menamakan langkahnya “ebrat-ebrot” yang tak lain huyung langkah menggambarkan berat beban diri yang kurang proporsional keadaannya bila bersanding dengan keajaran yang lainnya.

Gerbang tetap terbuka juga baginya yang entah kemana langkah pilihan akan dibuatnya hingga menghentikan langkah kakinya atau membaringkan tubuhnya yang mungkin sudah lelah. Pasir-pasir yang disukainya sebagai tempat ia meletakkan hasil-hasil yang menjadi rutinitas olahan dari dalam dirinyakah yang akan ia tuju jika ia belum menemukan yang terbaik saat itu menjadi hal yang mustahil untuk dapat kutanyakan kepadanya. Bila saja ada tebaran garam yang menyelimuti makhluk air yang sudah dikeringkan ketika ia menapakkan kaki di sana sudah dpat dipastikan ia akan tetap lebih lama berada tanpa harus segera meninggalkan tempat itu.

Jeda hujan sudah lebih dari lima jam saat suara gemuruh langit dibagian timur terdengar lagi, seperti mengisyaratkan kepada para pendengar mengentikan kelakar. Setidaknya kilat beberapa kali melecutkan terang menembus ruang-ruang serta dipantulkan aneka dinding dan perabotan serta pepohonan memendar suar lepas luas tak hanya di dalam belukar namun timgginya gedung pencakar langit pun turut berbinar dipoles kedipannya.
Mengalir tarian jemari itu menyentil kulit-kulit penabuh rebana menyegerakan ritme pengikat hati mengingat cinta yang mengayuhkan labuhan dalam tembang kasmaran mengusir kepenatan riuhnya jaman yang telah dipenuhi lapisan-lapisan generasi.


....





Tidak Setuju

Lewati senja bersamamu saat itu
Kuberanikan jawab tanyamu usai secangkir kopi kau teguk lalu mengusap lembut bibirmu yang tipis dengan selembar tissue.

Harusnya bisa kujawab langsung, sesaat usai tanyamu waktu itu, namun susana hati  membuat gairah mengekang inisiatif dari dalam diri ini.


Apa yang kau harap dalam ungkapanmu terlalu jauh untuk kumengerti, lalu merasa kecil untuk apa yang bisa kulakukan menuju maksud yang sebenarnya atau yang utama.

Kadang yang kau utarakan membuat ragu dan bingung, bahkan tak tahu mana dulu yang mesti kulakukan seperti tanpa prioritas yang dapat dibuat.

Perasaan dibuat dengan tanya dan pintamu seperti mengundang pertentangan banyak teman dan juga hati ini bagai berselisih paham seperti tanpa bisa membuat pilihan jalan lainnya .

Maunya kita langsung cocok sih, tapi bagaimana kalau kamu maunya dipahami mulu, bikin sebel kali.

Siapa yang kenal kamu udah gak asing ama keberadaanmu, yang jelas beda ; tapi setiap kita punya masalah kecil aja, pemecahan yang kamu buat merasa paling top yang lain gak pernah didengar apalagi dipertimbangkan seperti kebiasaan yang sudah teman lain duga selalu...

Ah katanya hebat, tapi usulmu itu-itu aja kata mereka sudah menduga, perubahan yang dibuat bersama tidak mengubah pandanganmu sedikit pun ...

Baiknya kita temenan aja lah... 
Menikah jangan diomongin dulu 
Biar umur nanti yang bicara buat kita masing - masing.....bye..
 Have a good  time .....

No comments:

Post a Comment

Baku

 seperti datang tanpa diundang masa yang menghampiri engkau terbentang sebelum penuhnya kesadaran menemukan bagian sebagai apa saja ditempat...